# 2 Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara Tak dapat diketahui dengan pasti di mana
sesungguhnya pusat Kerajaan Tarumanagara. Namun, jika melihat
tempat-tempat penemuan prasasti sebagai sumber sejarahnya, besar
kemungkinan kerajaan ini berada di sekitar daerah Bogor dan Jakarta. Di
Bogor ditemukan 5 buah prasasti, di Jakarta 1 buah dan di Munjul Banten 1
buah. Oleh karena itu, Kerajaan Tarumanagara sering disebut Kerajaan
Sunda atau kerajaan yang terletak di Jawa Barat.
Sumber-Sumber Sejarah
Sumber sejarah mengenai keberadaan Kerajaan Tarumanagara meliputi
informasi yang berasal dari Cina dan prasasti yang telah disebutkan di
atas. Menurut berita yang berasal dari Cina disebutkan, ada sebuah
kerajaan bernama Tolomo yang mengirimkan utusannya ke Cina pada tahun
528, 538, 665, dan 666 Masehi. Kerajaan Tolomo letaknya di sebelah
tenggara Cina. Yang dimaksud dengan Tolomo dalam berita itu adalah
Tarumanagara. Kesimpulan ini merupakan kemungkinan penyesuaian bunyi dan
lafal lidah orang Cina untuk menyebutkan Tarumanagara menjadi To-lo-mo.
Adapun prasasti yang menjadi sumber sejarah Tarumanagara adalah sebagai berikut:
1. Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor.
2. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu,
Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di
Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai
Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang
6112 tombak atau 12km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa
pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk
menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa
pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim
kemarau.
Prasasti Tugu |
3. Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di
aliran Sungai Cidanghiyang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan
Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja
Purnawarman.
4. Prasasti Ciaruteun, di Ciampea, Bogor. Prasasti Ciaruteun
ditemukan pada aliran Ci Aruteun, seratus meter dari pertemuan sungai
tersebut dengan Ci Sadane; namun pada tahun 1981 diangkat dan diletakkan
di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman, beraksara
Palawa, berbahasa Sanskerta. Isinya adalah puisi empat baris, yang
berbunyi:
vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam
Terjemahannya menurut Vogel:
Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.
Selain itu, ada pula gambar sepasang "padatala" (telapak kaki), yang
menunjukkan tanda kekuasaan &mdash& fungsinya seperti "tanda
tangan" pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung
itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut
Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di
antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman terdapat
nama "Rajamandala" (raja daerah) Pasir Muhara.
5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor. Di
Bogor, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh
dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini
tak berada ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan :
ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda
Terjemahannya menurut Bosch:
Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.
Karena angka tahunnya bercorak "sangkala" yang mengikuti ketentuan
"angkanam vamato gatih" (angka dibaca dari kanan), maka prasasti
tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.
6. Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor. Di
daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu
peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa
Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai)
Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi
keterangan berbentuk puisi dua baris:
shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.
Terjemahannya menurut Vogel:
Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.
7. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor. Prasasti
Pasir Awi terletak di lereng selatan bukit Pasir Awi (± 559m dpl) di
kawasan hutan perbukitan Cipamingkis, desa Sukamakmur, kecamatan
Sukamakmur (antara Kec. jonggol dan Kec. Citeureup)kabupaten Bogor. Prasasti
Pasir Awi berpahatkan gambar dahan dengan ranting dan dedaunan serta
buah-buahan (bukan aksara) juga berpahatkan gambar sepasang telapak
kaki.
Kehidupan Politik
Tak ada informasi yang memadai untuk menjelaskan keadaan politik pada
Kerajaan Tarumanagara. Hal yang menyinggung mengenai ini adalah
penyebutan nama Raja Purnawarman sebagai Raja Tarumanagara dengan tidak
menyebutkan nama raja sebelum dan sesudahnya. Penyebutan nama raja itu
terdapat dalam Prasasti Ciaruteun yang berbunyi sebagai berikut: “Ini
(bekas) dua kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu, ialah kaki yang mulia
Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di
dunia”. Menilik bunyi prasasti itu, disimpulkan bahwa Raja Purnawarman
memiliki wibawa politik yang kuat dan besar sehingga mampu menopang
keadaan kehidupan politik yang tertib, damai, dan maju di kerajaan yang
dipimpinnya. Hal itu sesuai dengan namanya yang berarti pelindung yang
sempurna (purna = sempurna; warman = baju zirah (pelindung) yang juga
merupakan sifat Dewa Surya dalam cerita dewata India).
Kehidupan Sosial
Situasi sosial dan kehidupan politik sangat erat hubungannya. Artinya,
kehidupan politik mempengaruhi kehidupan sosial atau sebaliknya.
Mengingat hal itu, keadaan politik yang tertib, damai dan maju seperti
tersebut di atas juga menggambarkan suasana sosial yang tertib, damai,
dan maju. Penafsiran ini ditunjang bukti yang terdapat dalam prasasti
seperti berikut ini.
Prasasti Tugu. Dalam prasasti ini disebutkan bahwa Raja Purnawarman
memimpin penggalian atau pembuatan saluran Kali Gomati untuk kepentingan
sosial. Penggalian kali (sungai) ini merupakan kerja raksasa yang
melibatkan banyak orang dan membutuhkan pengorganisasian masyarakat yang
baik. Tanpa semua itu, mustahil dapat dikerjakan dengan baik. Hal ini
bukti bahwa kehidupan sosial di Tarumanagara relatif tertib dan aman
sehingga masyarakat dapat bergotong royong mengerjakan perintah raja.
Berita Cina yang disampaikan Fa-hien yang mengatakan bahwa di
Tarumanagara saat itu ditemukan sedikit sekali masyarakat penganut
Buddha seperti dirinya. Jika hal ini benar adanya maka di Tarumanagara
selain terdapat masyarakat penganut Hindu juga terdapat masyarakat
penganut Buddha. Seperti diketahui bahwa di negara asal lahirnya agama
tersebut (India), kedua ajaran itu saling bertentangan. Kenyataan bahwa
masyarakat Tarumanagara menganut kedua ajaran itu membuktikan telah ada
semangat toleransi yang hidup dalam suasana sosial masyarakat
Tarumanagara. Itu pun menjadi bukti bahwa sebuah kehidupan sosial yang
maju telah berlangsung di Tarumanagara.
Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi intinya adalah mata percarian masyarakat. Hal ini
bukan sekedar mengetahui apa yang mereka makan, tapi juga bagaimana
mereka mendapatkan makanan itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berkaitan dengan itu, beberapa kemungkinan dapat diajukan untuk
mengetahui bagaimana kehidupan ekonomi pada masa berdiri Kerajaan
Tarumanagara.
Perburuan. Terdapat berita bahwa salah satu komiditi yang
diperjualbelikan oleh pedagang Tarumanagara dengan Cina adalah cula
badak dan gading gajah. Badak dan gajah adalah binatang liar. Untuk
memperoleh cula dan gadingnya dibutuhkan kemampuan perburuan yang
terorganisasi dengan baik. Karenanya, perburuan diduga menjadi mata
pencarian masyarakat Tarumanagara. Selain itu, perburuan adalah bagian
dari tradisi prasejarah yang hingga saat ini masih tetap lestari.
Perikanan. Komoditas lain yang diperjualbelikan adalah kulit penyu.
Karena penyu satwa yang hidup di darat dan air, disimpulkan perikanan
telah menjadi bagian dari mata pencarian masyarakat Tarumanagara.
Pertambangan. Berita lain menyebutkan bahwa emas dan perak merupakan
salah satu barang tambang yang dihasilkan salah satu daerah di
Tarumanagara serta menjadi barang dagangan yang digemari pedagang
Cina. Perniagaan. Mengenai hal ini, tidak diragukan lagi karena
informasi yang menerangkan adanya barang dagangan (komoditas),
membuktikan adanya aktivitas perniagaan masyarakat Tarumanagara.
Pertanian. Mata pencarian didasarkan pada letak geografis Tarumanagara
yang berada di daerah agraris. Bukti lain yang menguatkan adalah
Prasasti Tugu yang menyatakan pembuatan saluran (air sungai) guna
mengatasi banjir yang sering melanda daerah pertanian di sekitar sungai.
Peternakan. Berita Prasasti Tugu yang menyatakan bahwa setelah selesai
pembuatan saluran air kemudian diadakan selamatan dengan menghadiahkan
seribu ekor sapi kepada para Brahmana. Berdasarkan hal ini dapat
ditafsirkan bahwa telah ada usaha peternakan (sapi) guna penghadiahan
dalam jumlah yang banyak.
Kehidupan Budaya
Terdapat dua hal penting yang perlu dicatat mengenai kehidupan budaya
masyarakat Tarumanagara, yakni mengenai golongan-golongan masyarakat
penganut ajaran keagamaan dan prasasti sebagai simbol kemajuan budaya.
Berdasarkan berita yang ditulis Fa-Hsien, masyarakat Tarumanagara dapat
digolongkan ke dalam tiga kelompok besar penganut ajaran agama, yaitu
agama “asli” Indonesia (animisme-dinamisme), Hindu, dan Buddha. Penganut
Hindu tentu saja yang paling mayoritas dipeluk, terutama oleh
orang-orang keraton. Sementara masyarakat lainnya menganut agama “asli”
dan Buddha. Selanjutnya, prasasti menunjukkan penguasaan huruf atau
aksara sebagai simbol kemajuan peradaban. Dengan begitu, kita dapat
mengetahui dan menafsirkan bahwa masyarakat di Tarumanagara adalah
masyarakat yang terbuka dan mampu beradaptasi dengan kemajuan dunia pada
masanya.
Sumber : id.wikipedia
Semoga Bermanfaat
TAN